Sabtu, 16 November 2013

dialog konseling (TEKLAB)



DIALOG KONSELING (kartu dialog mata kuliah Teknik Labor Konseling)
Ki  : (Mengetuk pintu, tok...tok...tok...) Assalamu’alaikum.....
Ko : Wa’alaikumsalam... (membuka pintu dan menjabat tangan klien) silahkan
masuk.
Ki  : Terima kasih bu (masuk)    
Ko : Sebelumnya, ananda mau duduk disini atau disitu?
Ki  : Disini saja bu.
Ko : Ya, silahkan....!           (Penerimaan Klien)
Baiklah ananda bagaimana kabarnya sekarang?
Ki  : Sehat bu…
Ko : Ok Alhamdulillah ya.... nah agar lebih akrab, alangkah lebih baik kita
berkenalan terlebih dahulu. Nama ibu Rahmiati, panggil saja ibu Rahmi. Ananda sendiri?
Ki  : Nama saya Na bu.
Ko : Na lebih suka ibu panggil apa?
Ki  : Na aja bu…
Ko : Baiklah Na, apakah Na pernah konseling sebelumnya?
Ki  : Belum bu
Ko : Nah sejauh ini, apa yang Na ketahui tentang konseling?
Ki  : Tidak tahu bu…

Ko : OK, ibu akan menjelaskannya. Konseling itu merupakan dimana terjadi
hubungan tatap muka, antara konselor dan klien. Ibu sendiri adalah sebagai konselor, dan Na sebagai klien. Tujuan diadakannya konseling ini adalah agar bisa mengurangi dan mengatasi apa yang menjadi beban fikiran Na. Dalam konseling ini ibu sangat berharap agar Na mengungkapkan atau menceritakan apa yang Na alami, Na rasakan, atau yang menjadi beban fikiran Na tanpa ada rasa terpaksa dan tanpa ada yang disembunyikan atau ditutup-tutupi. Setelah konseling ini selesai, ibu sangat berharap Na mau mengaplikasikan apa yang Na peroleh dari konseling kita ini. Bagaimana? Ada pertanyaan Na?       (Penstrukturan)
Ki  : Ya bu, apakah semua yang saya ceritakan kepada ibu akan dirahasiakan?
Ko : Ya Na, semua yang Na ungkapkan kepada ibu akan ibu rahasiakan, dan tidak akan ibu ceritakan kepada orang lain tanpa seizin dari Na sendiri, bagaimana Na?
Ki  : Oh begitu, Ya bu
Ko : Sekarang bisakah kita memulai konselingnya?
Ki  : Bisa bu.
Ko : Ok, apa yang bisa kita bicarakan siang ini Na?
Ki  : Begini bu, saat ini saya merasa… sangat galau sekali bu.
Ko : Apa yang terjadi Na?          (PT)
Ki : Saya punya mantan kekasih bu, dimana umurnya sudah terpaut jauh dari saya. Mantan kekasih saya itu sekarang sudah punya istri bu, tapi pernikahannya terjadi bukan atas keinginannya sendiri. Melainkan karena perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya.
Ko : Lalu apa yang mengganggu fikiran Na?    (PT)
Ki  : Dia menyatakan kalau dia masih sayang sama saya bu, dan Na sebenarnya juga masih sayang sama dia. Tapi Na sudah berusaha untuk melupakannya, namun sampai sekarang Na masih terganggu dengan perlakuannya itu loh bu?
Ko : Apa Na menanggapi pernyataannya tersebut?   (PT)
Ki : Iya bu, dia kan masih suka sms atau telfon Na. Ya seperti tidak ada kejadian apapun, padahal dia sudah mempunyai istri. Dia masih sering menanyakan tentang kabar Na, terus dia kadang sms “sudah makan atau belum” dan masih banyak lagi yang lainnya bu.
Ko : Apa Na nyaman dengan kondisi seperti ini?
Ki : Tidak bu, malahan Na sangat merasa takut dengan keadaan ini . Na khawatir, kalau ada orang lain yang tahu kalau dia masih sering sms dan telfon Na. Bisa-bisa masalah besar akan timbul dengan kejadian seperti ini.
Ko : Sekarang Na inginnya seperti apa? (PT)
Ki  : Na sekarangkan masih kuliah bu, jadi masa depan Na itu masih panjang. Na ingin dia tidak mengganggu Na lagi. Na ingin hidup tenang dan Na juga ingin membuka hati lagi untuk orang lain selain dia. Dan yang paling penting Na ingin melupakannya bu.
Ko  : Nah, sampai sekarang apa yang Na lakukan untuk mewujudkan itu semua?
Ki  : Kalau misalnya dia sms Na, Na coba untuk tidak membalas sms nya. Kalau dia menelfon Na, Na cuekin saja bu. Intinya Na tidak merespon sms dan telfonnya bu.
Ko  : Bagaimana tanggapannya atas sikap Na tersebut?
Ki  : Dia bilang “kenapa telfon bang tidak diangkat, sms juga tidak dibalas?”.
Terus Na bilang “kenapa kok masih menghubungi Na, abang kan sudah punya istri”.
Ko : Terus…
Ki : Terus dia bilang “apa salahnya abang menghubungi adik abang?”, kemudian Na jawab “iya memang, tapi Na takut nanti istri abang marah. Sekarang jangan hubungi Na lagi dan jangan pernah mengganggu hidup Na lagi karena sekarang kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi”. Terus dia jawab “Kalaupun abang tidak bisa menjadi pacar Na, abangkan bisa menganggap Na sebagai adik abang sendiri”.
Ko : Bagaimana Na menanggapi pernyataan mantan Na itu?
Ki : Kalau dia menganggap Na sebagai adiknya sendiri, ya tidak apa-apa bu. Tapi perlakuannya terhadap Na melebihi perlakuannya terhadap adiknya sendiri, dan itu sangat jauh berbeda. Dan yang Na takutkan bu, nanti ada yang tau akan sikapnya seperti itu.
Ko : Na merasa tidak nyaman dengan perlakuannya itu? (Mengenali Perasaan)
Ki  : Ya bu, Na merasa risih jadihnya bu.
Ko : Apa Na sudah pernah mengatakan ketidak senangan Na tersebut
kepadanya?
Ki : Sudah bu, tapi dia tetap menghubungi Na. Responnya hanya “abang mengerti apa yang adik rasakan”, terus Na jawab “Kalau abang mengerti, tolong jangan pernah hubungi Na lagi”, terus dia jawab “baiklah kalau itu maunya adek, abang akan lakukan”. Tapi kenyataannya dia masih menghubungi Na. Kalau Na pergi bermain dengan teman-teman, dia selalu banyak tanya “pergi kemana? sama siapa? Pulangnya jangan lama-lama nanti sakit, abangkan juga khawatir”. Na sangat tidak senang caranya seperti itu.
Ko : Na tidak suka dengan sikap mantan Na yang berlebihan seperti itu? (Refleksi)
Ki  : Ya bu, Na sangat tidak suka. Apalagi diatur-atur seperti itu, tapi bu kalau Na lagi kesepian atau suntuk, sedikit-sedikit Na juga butuh perhatian dari dia bu. Kalau dia tidak sms atau telfon, na merasa ada hal yang mengganjal.
Ko : Na mengatakan ingin melupakannya, di sisi lain Na masih membutuhkan perhatian darinya, bagaimana itu Na?    (Konfrontasi)
Ki  : (Diam)......       (SUDIM)
Ya... gimana ya bu, sebenarnya Na ingin sikap dia itu tidak berlebihan bu. Na maunya dia itu bersikap biasa-biasa saja dan tidak over seperti itu bu.
Ko : Dengan keinginan Na seperti itu, apa mungkin hubungan itu akan membaik?
Ki : Gimana ya bu, Na juga bingung. Sebenarnya Na sangat ingin sekali melupakan mantan Na, karena Na juga kasihan sama istri mantan Na itu bu. Bagaimanapun juga istrinya itu sudah Na anggap sebagai kakak Na sendiri. Na jadi merasa bersalah karena suaminya masih sms dan telfon Na.
Ko : Lalu bagaimana dengan keinginan Na, kalau lagi suntuk Na ingin dia menghubungi Na?
Ki : mmm..... iya sih bu, tapi sebenarnya Na sangat ingin melupakannya bu karena Na tidak mau seperti ini terus. Tapi Na tidak tau bagaimana caranya bu, menurut ibu bagaimana?
Ko : Kalau seperti ini bagaimana Na, Na coba untuk membuka hati pada laki-laki lain agar sedikit demi sedikit Na bisa melupakan mantan Na. (KIRLAIN)
Ki  : Iya juga sih bu, tapi Na agak susah untuk membuka hati pada orang lain bu.
Ko  : Apa usaha yang telah Na lakukan untuk itu?
Ki  : mmmm....... tidak ada sih bu, hanya saja Na masih ingat sama mantan Na. Kalau ada orang yang ingin dekat dengan Na bu, Na kurang respon dengannya.
Ko : Nah dengan cara Na seperti itu, apa mungkin Na bisa melupakan mantan Na?
Ki  : Tidak sih bu, mungkin Na memang harus bisa mencoba untuk membuka dan menerima orang lain untuk menjadi teman dekat Na bu.
Ko : Nah apa yang akan Na lakukan agar Na bisa membuka hati pada orang lain?
Ki : mmmm..... mungkin seperti ini bu, sebelumnya Na kan kurang merespon orang yang ingin dekat dengan Na, jadi Na harus merespon orang yang ingin dekat dengan Na itu bu.
Ko : Merespon bagaimana itu Na?        (Merumuskan Tujuan)
Ki : Ya misalnya dia sms Na atau telfon Na, terus Na balas atau angkat telfonnya. Biasanyakan Na cuekin aja bu tidak ada Na balas.
Ko : Bagus sekali Na (Penguatan), terus apa lagi yang akan Na lakukan?
Ki : Na harus menerima seseorang itu apa adanya bu, bukan ada apanya. Intinya Na harus menerima orang itu bukan hanya dari kelebihannya tapi juga kelemahannya. Misalkan ada sifat yang kurang Na sukai darinya, Na akan mengatakan langsung kepadanya.
Ko : Bagaimana cara Na mengatakan hal itu?
Ki : Misalkan dia suka ngatur-ngatur Na, maka Na akan katakan kalau Na kurang suka diatur-atur, Na kan juga punya kebebasan, gitu bu.
Ko : ok, intinya Na akan membicarakan secara baik-baik dengannya apabila ada hal yang tidak Na sukai, benar begitu Na? (Penafsiran)
Ki   : Ya benar bu.
Ko  : Ok bagus, terus masih ada lagi Na?       (Penguatan)
Ki   : Ya bu, Na akan memberikan perhatian yang baik padanya bu.
Ko  : Bentuk perhatian Na itu seperti apa?
Ki  : Palingan, pagi-pagi Na ditelfon “kamu sudah Shalat apa belum?”, nah kalau dia nanya Na jawab, terus Na juga akan balik nanya.... gitu bu..
Ko  : Ya bagus Na. Na sudah menyebutkan semua hal agar Na bisa membuka hati pada orang lain dan supaya Na bisa melupakan mantan Na. Apa masih ada lagi Na?
Ki   : Sepertinya tidak bu.
Ko : Baiklah Na ibu yakin Na bisa mewujudkan keiginan Na untuk melupakan mantan Na dan membuka hati lagi kepada orang lain.   (GUSRAT)
Ki   : Ya bu, amiiin.....
Ko : Nah setelah kita melakukan konseling ini, apa yang bisa Na simpulkan? (Penyimpulan)
Ki  : Kesimpulannya, Na akan mencoba untuk membuka hati lagi kepada orang yang ingin dekat dengan Na agar Na bisa melupakan mantan Na.
Ko  : Bagus Na, kira-kira kapan Na akan mulai melakukan hal-hal yang telah kita bicarakan ini?  (Merumuskan Kontrak)
Ki   : Segera bu, kalo dia sms atau telfon.... Na akan respon.
Ko : Bagus sekali Na, dan kira-kira kapan kita akan membicarakan hal ini kembali?
Ki   : Kira-kira lima hari lagi lah bu, berarti hari jum’at.
Ko  : Ok,dimana kita bisa membicarakannya?
Ki   : Diruangan ini saja bu.
Ko  : Jam berapa itu Na?
Ki   : Sekitar pukul 10 han lah bu.
Ko  : Baiklah ibu akan tunggu Na diruangan ini pada hari kamis pukul 10.
Ki   : Ya bu.
Ko : Baiklah Na, sekarang apa yang menjadi prinsip utama Na dalam       menyelesaikan permasalahan Na?      (Penilaian)
Ki  : Yang menjadi prinsip Na bu, untuk melupakan mantan itu bisa dengan cara membina hubungan dengan orang lain.
Ko : Bagus.... kemudian setelah kita melakukan konseling ini pengetahuan baru apa yang dapatkan?
Ki  : Laki-laki didunia ini tidak satu bu, jadi untuk apa kita masih mengharapkan mantan kita yang sudah menjadi milik orang lain.
Ko  : Ok Na, setelah ini apa yang akan Na lakukan?
Ki   : Pastinya Na akan mencoba menjalin hubungan dengan orang lain bu.
Ko  : Bagus sekali Na. Nah sekarang bagaimana perasaan Na?
Ki   : Alhamdulillah sudah agak sedikit lega bu.
Ko : Bagus ya, kemudian seberapa besar keinginan Na untuk menyelesaikan permasalahan Na?
Ki  : kalau keinginan.... sangat besar bu karena ini menyangkut masa depan.
Ko : Ok, kalau misalkan kita persentasekan kira-kira keinginan Na itu berapa persen?
Ki  : 100 % bu
Ko  : Ya bagus sekali itu Na.
Ibu do’akan agar semua yang menjadi beban fikiran Na segera terselesaikan Amiiinn...., dan ibu sangat yakin Na bisa mengatasi semua ini, karena tidak ada permasalahan yang tidak ada jalan keluarnya kalau kita selalu berusaha. Apabila ada hal yang ingin Na ceritakan kepada ibu, Insya Allah ibu siap membantu Na (berdiri, bersalaman) semoga apa yang Na inginkan bisa segera terwujud.    (Mengakhiri Konseling)
Ki  : Amiiiinn..... makasih bu.
Ko : (menghantar menuju pintu) hati-hati dijalan Na!
Ki  : OK bu.
                                                         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar