Senin, 09 September 2013

Meditasi,doa




PEMBAHASAN
A.       Pengetian Meditasi dan Do’a
1.         Pengertian Meditasi
          Perkataan Meditasi itu sendiri diserap dari bahasa Latin “meditatio” yang berarti merenungkan dan juga berakar dari kata “mederi” (kesehatan) dari kata ini pula diserap kata medisin. Jadi jelas meditasi itu sebenarnya baik bagi kesehatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, meditasi adalah pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Kata meditasi lebih dikenal dengan nama samedi yang diserap dari bahasa Sansekerta. Dalam bahasa Inggris perkataan tersebut diterjemahkan sebagai Meditation.
          Meditasi bukan hanya dikenal oleh agama yang berasal dari India & Tiongkok saja bahkan hampir disemua agama mereka mempraktekan meditasi. Meditasi dalam agama Yahudi dikenal dengan nama hitbonenut ini bisa dibaca di Kabbalah sedangkan bangsa Yunani kuno mengenal meditasi dengan nama “Gnothi se auton” “mengenal diri sendiri”.
       Menurut kepercayaan orang India/Hindu, bahwa di udara bebas ini terdapat unsur-unsur gaib yang bersatu dengan zat asam (oksigen). Unsur-unsur gaib itu berupa zat yang sangat halus sebagai inti dari segala zat yang menjadi roh dari alam. Zat tersebut sedemikian halusnya hingga tak dapat ditanggapi dengan panca indera, maupun dengan alat-alat apapun. Zat ini mempunyai tenaga gaib yang amat berkuasa untuk berbagai macam kepentingan, antara lain untuk penyembuhan penyakit. Zat inilah yang mereka beri nama Prana. Cara mendapatkan zat gaib atau prana tadi ialah dengan jalan pernafasan yang diatur dengan irama tertentu, yang menurut kepercayaan mereka sesuai dengan irama gerakan alam.[1]
          Meditasi ada dua macam, yaitu meditasi duduk dan meditasi gerak (Tai-Chi). Meditasi duduk ini sebenarnya sudah diperkenalkan oleh Islam jauh sebelum Sidharta Gauthama lahir melalui ajaran Budhi Dharma. Meditasi ini juga sering dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika sebelum dan sesudah diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Beliau melakukan meditasi di Gua Hira, ketika menghadapi masalah yang menimpa diri dan umatnya. Seperti halnya meditasi duduk, meditasi gerak juga sudah ada dalam ajaran Islam yaitu dalam bentuk gerakan shalat.
2.         Pengertian Do’a
          Dalam Al-Quran banyak sekali kata-kata do'a dalam pengertian yang bebeda. Abû Al-Qasim Al-Naqsabandî dalam kitab syarah Al-Asmâ'u al-Husnâ menjelaskan beberapa pengertian dari kata doa.
a)         Do'a dalam pengertian "Ibadah." Seperti dalam Al-Quran surah Yûnûs ayat 106.
Ÿwur äíôs? `ÏB Èbrߊ «!$# $tB Ÿw y7ãèxÿZtƒ Ÿwur x8ŽÛØtƒ 
Artinya: "Dan janganlah kamu beribadah, kepada selain Allah, yaitu kepada sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepada engkau dan tidak pula mendatangkan madarat kepada engkau.".
          Maksud kata berdo'a di atas adalah ber-"ibadah" (menyembah). Yaitu jangan menyembah selain daripada Allah, yakni sesuatu yang tidak memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan mudarat kepadamu.
b)        Do’a dalam pengertian "Istighatsah" (memohon bantuan dan pertolongan). Seperti dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 23
(#qãã÷Š$#ur Nä.uä!#yygä© 
Artinya: "Dan berdo'alah kamu (mintalah bantuan) kepada orang-orang yang dapat membantumu".
          Maksud kata ber-"doa" (wad'u) dalam ayat ini, adalah "Istighatsah" (meminta bantuan, atau pertolongan). Yaitu mintalah bantuan atau pertolongan dari orang-orang yang mungkin dapat membantu dan memberikan pertolongan kepada kamu.
c)         Doa dalam pengertian "permintaan" atau "permohonan." Seperti dalam Al-Quran surah Al-Mu'minûn ayat 60
http://www.cybermq.com/gambarpustaka/005%20Definisi%20doa.gif
Artinya: "Mohonlah (mintalah) kamu kepada-Ku, pasti Aku perkenankan (permintaan) kamu itu".
          Maksud kata "Doa" (ud'ûnî) dalam ayat ini adalah, "memohon" atau "meminta." Yaitu, mohonlah (mintalah) kepada Aku (Allah) nisscaya Aku (Allah) akan perkenankan permohonan (permintaan) kamu itu.
d)        Do’a dalam pengertian "percakapan". Seperti dalam Al-Quran surah Yûnûs ayat 10
öNßg1uqôãyŠ $pkŽÏù šoY»ysö6ß §Nßg¯=9$#
Artinya: "Doa (percakapan) mereka di dalamnya (surga), adalah Subhânakallâhumma (Mahasuci Engkau wahai Tuhan)". 
e)         Doa dalam pengertian "memuji." Seperti dalam Al-Quran surah Al-Isrâ' ayat 110
È@è% (#qãã÷Š$# ©!$# Írr& (#qãã÷Š$# z`»uH÷q§9$#
Artinya: "Katakanlah olehmu hai Muhammad: berdoalah (pujilah) akan Allah atau berdoalah (pujilah), akan Ar-Rahmân (Maha penyayang)".
       Maksud kata "doa " (qulid'û) dalam ayat ini adalah "memuji". Yaitu, pujilah olehmu Muhammad akan Allah atau pujilah olehmu Muhammad akan Al-Rahmân.
       Maka atas dasar uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa "doa" adalah ucapan permohonan dan pujian kepada Allah SWT, dengan cara-cara tertentu disertai kerendahan hati untuk mendapatkan kemaslahatan dan kebaikan yang ada disisi-Nya.
B.       Kegunaan Meditasi dan Do’a dalam Kehidupan Manusia
1.         Kegunaan Meditasi
Semadi atau meditasi sering diartikan secara salah, dianggap sama dengan melamun sehingga meditasi dianggap hanya membuang waktu dan tidak ada gunanya. Meditasi justru merupakan suatu tindakan sadar karena orang yang melakukan meditasi tahu dan paham akan apa yang sedang dia lakukan.
Dari sudut pandang fisiologis, meditasi adalah anti-stres yang paling baik. Saat kita mengalami stres, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, pernapasan menjadi cepat dan pendek, dan kelenjar adrenalin memompa hormon-hormon stres.
Selama melakukan meditasi, detak jantung melambat, tekanan darah menjadi normal, pernapasan menjadi tenang, dan tingkat hormon stres menurun. Selama meditasi, lama-kelamaan kita bisa mendengarkan denyutan jantung, bahkan lebih lanjut lagi dapat mengkoordinasikan irama denyut jantung dengan irama keluar masuknya napas.  Di masa lalu testimoni mengenai manfaat meditasi datang hanya dari orang-orang yang mempraktikkan meditasi.[2]
Manfaat meditasi:
a.    Apabila secara rutin melakukan meditasi, organ-organ tubuh dan sel tubuh akan mengalami keadaan baik dan bekerja lebih teratur.
b.    Meningkatkan kesehatan dan memperkuat sistem pertahanan tubuh kita.
c.    Menghilangkan stress dan sifat marah.
d.   Meningkatkan konsentrasi dalam sekolah maupun kerja.




2.         Kegunaan do’a
Syekh Sayyid Tantawi, syaikhul Azhar di Mesir, merangkum manfaat doa itu dalam tiga poin:
a.         Do’a berfungsi untuk menunjukkan keagungan Allah swt kepada hamba-hambaNya yang lemah. Dengan doa seorang hamba menyadari bahwa hanya Allah yang memberinya nikmat, menerima taubat, yang memperkenankan doa-doanya. Allah swt. Berfirman “ …atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati-Nya”. (QS. An Naml:62).
Tak ada satupun anugerah yang bisa diberikan kecuali oleh Allah swt yang Maha Pemberi, yang membuka pintu harapan bagi hamba-hamba-Nya yang berdosa sehingga sang hamba tidak dihadapkan pada keputusasaan. Bukankah Allah swt berjanji akan selalu mengabulkan doa hamba-hambaNya? "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu". (QS Ghafir: 60)
Janji Allah untuk mengabulkan doa kita merupakan tahrid (motivasi) untuk bersegera berbuat baik, dan tarbiyah (mendidik) agar kita mengakui dan merasakan nikmat Allah sehingga jiwa kita semakin terdorong untuk selalu bersyukur. Sebab rasa syukur itu pula yang mendorongnya untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah.
b.         Do’a mengajari kita agar merasa malu kepada Allah. Sebab manakala ia tahu bahwa Allah akan mengabulkan doa-doanya, maka tentu saja ia malu untuk mengingkari nikmat-nikmatNya.
Bahkan manakala manusia sudah berada dalam puncak keimanan yang kuat sekalipun, maka ia akan lebih dekat lagi (taqarrub) untuk mensyukuri nikmat-Nya. Hal ini dicontohkan oleh nabi Sulaiman as. ketika berdoa: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi." (QS. An Naml: 35).
Maka Allah pun mengabulkannya. Nabi Sulaiman bertanya kepada semua makhluk siapa yang mampu memindahkan singgasana Balqis ke hadapannya. Salah satu ifrit yang tunduk atas perintah nabi Sulaiman berkata: "Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya". 
Ternyata benar, ifrit dari golongan jin itu datang membawa singgasana Balqis dari Saba (Yaman) ke Syria tidak kurang dari kedipan mata. Menyaksikan nikmat yang ada di "hadapannya", nabi Sulaiman lantas berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". 
c.         Manfaat yang ketiga adalah mengalihkan hiruk-pikuk kehidupan dunia ke haribaan tafakur dan kekudusan munajat ke hadirat Allah swt, memutuskan syahwat duniawi yang fana menuju ketenangan hati dan ketentraman jiwa.[3]
C.       Pencerahan Diri Melalui Kecerdasan Spiritual
Dalam buku ESQ Ari Ginanjar, dia mengungkapkan beberapa definisi para ahli tentang kecerdasan spiritual di antaranya Danah Zohar dan Ian Marshall masing-masing dari Harvard University dan Oxford University, menyebutkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain.
Walaupun demikian, Ari Ginanjar berbeda definisi tentang kecerdasan spiritual (SQ). Dia mengatakan bahwa di dalam ESQ, kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap prilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia seutuhnya dan memiliki pola pemikiran tauhid serta berprinsip hanya karena Allah.[4]
Menurut Danar Zohar dan Ian Marshal, pakar psikolog didalam bukunya “SQ Spiritual Quotient, The Ultimate Intelligence” memberikan pandangan mengenai tanda-tanda orang yang memiliki SQ tinggi:
  1. Berkemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaannya.
  2. Cenderung untuk memandang segala hal itu berkaitan (holistik).
  3. Mampu untuk bersikap fleksibel (secara aktif dan spontan).
  4. Cenderung untuk bertanya “bagaimana jika?” atau “mengapa?” ketika mencari jawaban yang paling mendasar.
  5. Memiliki tingkat kesadaran yang tinggi.
  6. Memiliki kualitas hidup yang didasari dari visi dan nilai-nilai.
  7. Merupakan pemimpin yang bertanggung jawab serta berpengabdian.
  8. Mampu untuk menghadapi dan melewati rasa takut.
  9. Menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian yang tidak perlu.

.












PENUTUP
A.       Kesimpulan
          Perkataan Meditasi itu sendiri diserap dari bahasa Latin “meditatio” yang berarti merenungkan dan juga berakar dari kata “mederi” (kesehatan) dari kata ini pula diserap kata medisin. Jadi jelas meditasi itu sebenarnya baik bagi kesehatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, meditasi adalah pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu.
          Meditasi ada dua macam, yaitu meditasi duduk dan meditasi gerak (Tai-Chi). Meditasi duduk ini sebenarnya sudah diperkenalkan oleh Islam jauh sebelum Sidharta Gauthama lahir melalui ajaran Budhi Dharma. Meditasi ini juga sering dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW ketika sebelum dan sesudah diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Beliau melakukan meditasi di Gua Hira, ketika menghadapi masalah yang menimpa diri dan umatnya. Seperti halnya meditasi duduk, meditasi gerak juga sudah ada dalam ajaran Islam yaitu dalam bentuk gerakan shalat.
          Dalam buku ESQ Ari Ginanjar, dia mengungkapkan beberapa definisi para ahli tentang kecerdasan spiritual di antaranya Danah Zohar dan Ian Marshall masing-masing dari Harvard University dan Oxford University, menyebutkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain.
B.       Saran
       Dalam penulisan makalah ini kami telah berusaha menyelesaikannya dengan sebaik  mungkin, namun kami menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, terutama dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Agama dan umumnya kepada rekan mahasiswa.


[1] Inayat Khan, Dimensi Spiritual Psikologi. (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000).
[2] http://aindra.blogspot.com
[3] http://alhikam0.tripod.com
[4] Ari Ginanjar, ESQ Way 165. (Jakarta: Arga, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar